Kejadian Alam Semesta
12:57
Dalam salah satu teori mengenai terciptanya
alam semesta disebutkan bahawa alam semesta tercipta dari sebuah ledakan kosmis
sekitar 10-20 juta tahun yang lalu yang mengakibatkan adanya ekspansi
(pengembangan) alam semesta.
Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut,
seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam sebuah titik. Mungkin banyak di
antara kita yang telah membaca tentang teori tersebut.
Sekarang, mungkin ada di antara kita yang ingin tahu bagaimana Al-Quran
menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta ini.
Dalam Quran surat Al-Anbiya (surat ke-21)
ayat 30 disebutkan:
أَوَلَمۡ يَرَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَنَّ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ
ڪَانَتَا رَتۡقً۬ا فَفَتَقۡنَـٰهُمَا*ۖ وَجَعَلۡنَا مِنَ ٱلۡمَآءِ كُلَّ شَىۡءٍ
حَىٍّ*ۖ أَفَلَا يُؤۡمِنُونَ (٣٠)
“Dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahawanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Proses terjadinya Alam semesta menurut
ilmu sains dan Al Qur'an
Alam semesta adalah suatu hamparan atau ruangan yang sangat luas yang tidak di
ketahui atau tidak dapat di bayangkan luasnya. alam semesta diduga bentuknya
melengkung dan dalam pelbagai keadaan serta
terdiri atas galaksi-galaksi atau sistem bintang yang jumlahnya ribuan.
Bumi adalah salah satu bagian dari alam semesta ini. maka tak heran terciptanya
bumi ini berhubungan erat dengan terbentuknya alam semesta.
berikut adalah teori" yang menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta
menurut ilmu sains ( para ahli sains) dan menurut Al- Qur'an.
Dari beberapa teori para ahli:
para ahli astronomi terus berusaha
memecahkan teori terbentuknya alam semesta. hingga pada era modern ini para
ahli astronomi baik dari segi pengamatan maupun teori dengan jelas
mengungkapkan bahwa pada suatu saat seluruh alam semesta masih berupa
'gumpalan asap' (yaitu komposisi gas yang sangat rapat dan tak tembus
pandang, The First Three Minutes, a Modern View of the Origin of the
Universe, Weinberg, hal. 94-105.). Hal ini merupakan sebuah prinsip yang tak
diragukan lagi menurut standar astronomi moderen. Para ilmuwan sekarang dapat
melihat pembentukan bintang-bintang baru dari peninggalan 'gumpalan asap'
seperti itu.
Sebuah bintang terbentuk dari gumpalan gas
dan asap (nebula), yang merupakan peninggalan dari 'asap' yang menjadi asal
kejadian alam semesta (TheSpace
Atlas, Heather dan Henbest, hal. 50)
Nebula Laguna adalah sebuah gumpalan gas
dan asap yang berdiameter sekitar 60 tahun cahaya. Ia dipendarkan oleh radiasi
ultraviolet dari bintang panas yang baru saja terbentuk di dalam gumpalan
tersebut. (Horizons, Exploring the Universe, Seeds, gambar 9, dari Association
of Universities for Research in Astronomy, Inc.)
Jauh sebelum para ahli dapat menemukan teori tersebut, Allah telah memberi tahu
manusia tentang kejadian terbentuknnya alam semesta melalui ayat-ayatnya yang
di muat dalam Al Qur'an.
Bintang-bintang yang berkilauan yang kita
lihat di malam hari, sebagaimana seluruh alam semesta, dulunya berupa materi
'asap' seperti itu. Allah telah berfirman di dalam Al Qur'an:
ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan
langit dan langit itu masih merupakan asap,... (Al Fushshiilat, 41: 11)
Karana bumi dan langit di atasnya
(matahari, bulan, bintang, planet, galaksi dan lain-lain) terbentuk dari
'gumpalan asap' yang sama, maka dapat ditarik kesimpulan bahawa matahari dan
bumi dahulu merupakan satu kesatuan. Kemudian mereka berpisah dan terbentuk
dari 'asap' yang homogen ini. Allah telah berfirman:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak
mengetahui bahawasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Al Anbiya, 21:30)
Dr. Alfred Kroner adalah salah satu ahli
ilmu bumi terkemuka. Ia adalah Profesor geologi dan Kepala Departemen Geologi
pada Institute of Geosciences, Johannes Gutenberg University, Mainz, Jerman.
Pemuaian Alam Semesta
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson di California, seorang astronom Amerika bernama Edwin Hubble membuat salah satu temuan terpenting dalam sejarah astronomi. Ketika tengah mengamati bintang dengan teleskop raksasa, dia menemukan bahwa cahaya yang dipancarkan bintang-bintang bergeser ke ujung merah spektrum. Ia pun menemukan bahwa pergeseran ini terlihat lebih jelas jika bintangnya lebih jauh dari bumi. Temuan ini menggemparkan dunia ilmu pengetahuan.
Berdasarkan hukum-hukum fisika yang diakui, spektrum sinar cahaya yang bergerak mendekati titik pengamatan akan cenderung ungu, sementara sinar cahaya yang bergerak menjauhi titik pengamatan akan cenderung merah. Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa cahaya dari bintang-bintang cenderung ke arah warna merah. Ini berarti bahwa bintang-bintang tersebut senantiasa bergerak menjauhi kita.
Tidak lama sesudah itu, Hubble membuat temuan penting lainnya: Bintang dan galaksi bukan hanya bergerak menjauhi kita, namun juga saling menjauhi. Satu-satunya kesimpulan yang dapat dibuat tentang alam semesta yang semua isinya bergerak saling menjauhi adalah bahwa alam semesta itu senantiasa memuai.
Agar lebih mudah dimengerti, bayangkan alam semesta seperti permukaan balon yang tengah ditiup. Sama seperti titik-titik pada permukaan balon akan saling menjauhi karena balonnya mengembang, benda-benda di angkasa saling menjauhi karena alam semesta terus memuai. Sebenarnya, fakta ini sudah pernah ditemukan secara teoretis. Albert Einstein, salah seorang ilmuwan termasyhur abad ini, ketika mengerjakan Teori Relativitas Umum, pada mulanya menyimpulkan bahwa persamaan yang dibuatnya menunjukkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Namun, dia mengubah persamaan tersebut, dengan menambahkan sebuah "konstanta" untuk menghasilkan model alam semesta yang statis, karena hal ini merupakan ide yang dominan saat itu. Di kemudian hari Einstein menyebut perbuatannya itu sebagai "kesalahan terbesar dalam kariernya".
Jadi, apakah pentingnya fakta pemuaian alam semesta ini terhadap keberadaan alam semesta?
Pemuaian alam semesta secara tidak langsung menyatakan bahwa alam semesta bermula dari satu titik tunggal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa "satu titik tunggal" yang mengandung semua materi alam semesta ini pastilah memiliki "volume nol" dan "kepadatan tak terbatas". Alam semesta tercipta akibat meledaknya titik tunggal yang memiliki volume nol tersebut. Ledakan hebat yang menandakan awal terbentuknya alam semesta ini dinamakan Ledakan Besar (Big Bang), dan teori ini dinamai mengikuti nama ledakan tersebut.
Harus dikatakan di sini bahwa "volume nol" adalah istilah teoretis yang bertujuan deskriptif. Ilmu pengetahuan hanya mampu mendefinisikan konsep "ketiadaan", yang melampaui batas pemahaman manusia, dengan menyatakan titik tunggal tersebut sebagai "titik yang memiliki volume nol". Sebenarnya, "titik yang tidak memiliki volume" ini berarti "ketiadaan". Alam semesta muncul dari ketiadaan. Dengan kata lain, alam semesta diciptakan.
Fakta ini, yang baru ditemukan oleh fisika modern pada akhir abad ini, telah diberitakan Al Quran empat belas abad yang lalu:
"Dia Pencipta langit dan bumi." (QS. Al An'am:101)
Jika kita membandingkan pernyataan pada ayat di atas dengan teori Ledakan Besar, terlihat kesamaan yang sangat jelas. Namun, teori ini baru diperkenalkan sebagai teori ilmiah pada abad ke-20.
Pemuaian alam semesta merupakan salah satu bukti terpenting bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Meskipun fakta di atas baru ditemukan pada abad ke-20, Allah telah memberitahukan kenyataan ini kepada kita dalam Al Quran 1.400 tahun yang lalu:
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa." (Surat Adz-Dzariyat:47).
Pada tahun 1948, George Gamov mengemukakan gagasan lain mengenai teori Ledakan Besar. Dia menyatakan bahwa setelah terbentuknya alam semesta dari ledakan hebat, di alam semesta seharusnya terdapat surplus radiasi, yang tersisa dari ledakan tersebut. Lebih dari itu, radiasi ini seharusnya tersebar merata di seluruh alam semesta.
Bukti "yang seharusnya ada" ini segera ditemukan. Pada tahun 1965, dua orang peneliti bernama Arno Penzias dan Robert Wilson, menemukan gelombang ini secara kebetulan. Radiasi yang disebut "radiasi latar belakang" ini tampaknya tidak memancar dari sumber tertentu, tetapi meliputi seluruh ruang angkasa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa gelombang panas yang memancar secara seragam dari segala arah di angkasa ini merupakan sisa dari tahapan awal Ledakan Besar. Penzias dan Wilson dianugerahi Hadiah Nobel untuk temuan ini.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer (COBE) ke angkasa untuk melakukan penelitian mengenai radiasi latar belakang. Pemindai sensitif pada satelit hanya membutuhkan waktu delapan menit untuk menegaskan perhitungan Penzias dan Wilson. COBE telah menemukan sisa-sisa ledakan hebat yang mengawali terbentuknya alam semesta.
Bukti penting lain berkenaan dengan Ledakan Besar adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Pada penghitungan terbaru, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta sesuai dengan penghitungan teoretis konsentrasi hidrogen-helium yang tersisa dari Ledakan Besar. Jika alam semesta tidak memiliki awal dan jika alam semesta ada sejak adanya keabadian (waktu yang tak terhingga), seharusnya hidrogen terpakai seluruhnya dan diubah menjadi helium.
Semua bukti kuat ini memaksa komunitas ilmiah untuk menerima teori Ledakan Besar. Model ini merupakan titik terakhir yang dicapai oleh para ahli kosmologi berkaitan dengan awal mula dan pembentukan alam semesta.
Dennis Sciama, yang membela teori keadaan ajeg (steady-state) bersama Fred Hoyle selama bertahun-tahun, menggambarkan posisi terakhir yang mereka capai setelah terkumpulnya semua bukti tentang teori Ledakan Besar. Sciama mengatakan bahwa ia telah ambil bagian dalam perdebatan sengit antara para pembela teori keadaan ajeg dan mereka yang menguji dan berharap dapat menyangkal teori tersebut.
Dia menambahkan bahwa dulu dia membela teori keadaan ajeg bukan karena menganggap teori tersebut benar, melainkan karena berharap bahwa teori itu benar. Fred Hoyle bertahan menghadapi semua keberatan terhadap teori ini, sementara bukti-bukti yang berlawanan mulai terungkap. Selanjutnya, Sciama bercerita bahwa pertama-tama ia menentang bersama Hoyle. Akan tetapi, saat bukti-bukti mulai bertumpuk, ia mengaku bahwa perdebatan tersebut telah selesai dan teori keadaan ajeg harus dihapuskan.
Prof. George Abel dari University of California juga mengatakan bahwa sekarang telah ada bukti yang menunjukkan bahwa alam semesta bermula miliaran tahun yang lalu, yang diawali dengan Dentuman Besar. Dia mengakui bahwa dia tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima teori Dentuman Besar.
Dengan kemenangan teori Dentuman Besar, konsep "zat yang kekal" yang merupakan dasar filosofi materialis dibuang ke tumpukan sampah sejarah. Jadi, apakah yang ada sebelum Dentuman Besar, dan kekuatan apakah yang menjadikan alam semesta ini "ada" melalui sebuah dentuman besar, jika sebelumnya alam semesta ini "tidak ada"? Pertanyaan ini jelas menyiratkan, dalam kata-kata Arthur Eddington, adanya fakta "yang tidak menguntungkan secara filosofis" (tidak menguntungkan bagi materialis), yaitu adanya Sang Pencipta. Athony Flew, seorang filsuf ateis terkenal, berkomentar tentang hal ini sebagai berikut:
Semua orang tahu bahwa pengakuan itu baik bagi jiwa. Oleh karena itu, saya akan memulai dengan mengaku bahwa kaum ateis Stratonician telah dipermalukan oleh konsensus kosmologi kontemporer. Tampaknya ahli kosmologi memiliki bukti-bukti ilmiah tentang hal yang menurut St. Thomas tidak dapat dibuktikan secara filosofis; yaitu bahwa alam semesta memiliki permulaan. Sepanjang alam semesta dapat dianggap tidak memiliki akhir maupun permulaan, orang tetap mudah menyatakan bahwa keberadaan alam semesta, dan segala sifatnya yang paling mendasar, harus diterima sebagai penjelasan terakhir. Meskipun saya masih percaya bahwa hal ini tetap benar, tetapi benar-benar sulit dan tidak nyaman mempertahankan posisi ini di depan cerita Dentuman Besar.
Banyak ilmuwan, yang tidak secara buta terkondisikan menjadi ateis, telah mengakui keberadaan Yang Maha Pencipta dalam penciptaan alam semesta. Sang Pencipta pastilah Dia yang menciptakan zat dan ruang/waktu, tetapi Dia tidak bergantung pada ciptaannya. Seorang ahli astrofisika terkenal bernama Hugh Ross mengatakan:
Jika waktu memiliki awal yang bersamaan dengan alam semesta, seperti yang dikatakan teorema-ruang, maka penyebab alam semesta pastilah suatu wujud yang bekerja dalam dimensi waktu yang benar-benar independen dari, dan telah ada sebelum, dimensi waktu kosmos. Kesimpulan ini sangat penting bagi pemahaman kita tentang siapakah Tuhan, dan siapa atau apakah yang bukan Tuhan. Hal ini mengajarkan bahwa Tuhan bukanlah alam semesta itu sendiri, dan Tuhan tidak berada di dalamnya.
Zat dan ruang/waktu diciptakan oleh Yang Maha Pencipta, yaitu Dia yang terlepas dari gagasan tersebut. Sang Pencipta adalah Allah, Dia adalah Raja di surga dan di bumi.
Allah memberi tahu bukti-bukti ilmiah ini dalam Kitab-Nya, yang Dia turunkan kepada kita manusia empat belas abad lalu untuk menunjukkan keberadaan-Nya.
Hubungan Penciptaan Alam dalam Pandangan Islam dan Sains Modern
Diantara segi kemukjizatan Al-Qur’an adalah adanya beberapa petunjuk yang detail mengenai ilmu pengetahuan umum yang telah ditemukan terlebih dahulu dalam Al-Qur’an sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Penciptaan alam berdasarkan konsep Islam dan Sains modern ternyata memiliki hubungan, dan dari beberapa hasil observasi kosmolog ternyata banyak yang sesuai dengan beberapa firman Allah SWT, antara lain sebagai berikut:
1. Surat al-Anbiya’ ayat 30
”Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahakan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?”
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa alam semesta sebelum dipisahkan Allah merupakan sesuatu yang padu. Sesuatu yang padu itulah yang oleh kosmolog disebut dengan titik singularitas. Sedangkan yang dimaksud pemisahan ialah ledakan singularitas dengan sangat dahsyat, yang kemudian menjadi alam semesta yang terhampar.
Selanjutnya, dikatakan bahwa segala kehidupan itu berasal dari air. Tiga ahli kosmologi dan astronomi, yaitu Georges Lamaitre, George Gamow, dan Stephen Hawking menjelaskan bahwa atom-atom yang tebentuk sejak peristiwa Big Bang adalah atom Hidrogen (H) dan Helium (He). Adapun air terdiri dari atom hidrogen dan oksigen (H2O), artinya, sejak tahun 1400 tahun silam Al-Qur’an telah menyebutkannya jauh sebelum tiga pakar tersebut mengemukakan teorinya.
2. Surat Az-Zariyat ayat 47
(Artinya) “Dan langit kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
Menurut Baiquni yang dimaksud Banayna bi’abidin oleh ayat ini adalah ketika ledakan besar terjadi dan inflasi melandanya sehingga beberapa dimensinya menjadi terbentang. Sedangkan yang dimaksud dengan inna lamusi’un, adalah Tuhan yang membuat kosmos berekspansi. Pernyataaan ini diperkuat oleh maksud lafal yang terpakai, yakni isim al-fa’il, active participle yang menunjukkan bersifat tetap dan permanen seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Hal ini berarti ekspansi alam berlangsung sejak ledakan besar sampai seterusnya.
Kata musi’un dalam bahasa arab sangatlah tepat diterjemahkan sebagai “meluaskan” atau “mengembangkan” yang sesuai dengan penjelasan sains masa kini bahwa alam semesta memang meluas atau mengembang. Stephen Hawking, dalam A Brief History of Time (1980), mengatakan bahwa penemuan bukti pengembangannya alam semesta merupakan salah satu revolusi terbesar dalam ilmu pengetahuan abad ke-20.
Berdasarkan teori Bing Bang yang telah diterima, alam semesta terbentuk sekitar 13,7 miliar tahun lalu dan terus mengembang sejak saat itu. Pakar-pakar Astronomi mengenali empat model grafik alam semesta di masa akan datang, yaitu accelerating expansion (pengembangan yang bertambah cepat), open universe (alam semesta terbuka), flat unirvese (alam semesta datar), dan closed universe (alam semesta tertutup). Model closed universe menjelaskan bahwa suatu saat alam semesta akan mengerut.
3. Surat Al-Fusilat ayat 11
(Artinya) “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan ruang alam (al-sama’) dan ruang alam (al-sama’) ketika penuh embunan (dukhan), lalu Dia berkata kepada ruang alam (al-sama’) dan kepada materi (al-ardh): “Datanglah kamu keduanya menurut perintahKu dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab:”Kami datang dengan suka hati.”
Sehubungan dengan tidak adanya Al-Qur’an menjelaskan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kata dukhan, karena itu beberapa referensi berusaha menafsirkan kata ini sedemikian rupa. Bucaille memahami kata ini sebagai asap yang terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian yang kecil yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair dan dalam suhu rendah atau tinggi.
Ibnu Katsir menafsirkan dengan sejenis uap air. Al-Raghib melukiskan kehalusan dan keringanan sifat dukhan. Menurut Hanafy Ahmad, karena sifat sedemikian, Ia dapat mengalir dan beterbangan di udara seperti mengalir dan beterbangan al-sahab.
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menangkap maksud kata dukhan yang dihubungkan dengan proses penciptaan alam semesta, maka seharusnya kata ini dipahami dengan hasil temuan sains yang telah dihandalkan kebenarannya secara empiris. Tentu saja merupakan suatu kesalahan bagi yang mengatakan bahwa ruang alam (al-sama’) berasal dari materi sejenis dukhan. Berdasarkan dalam surat Al-Fusilat ayat 11, dukhan tidak menunjukkan suatu materi asal ruang alam (al-sama’), akan tetapi ia menjelaskan tentang bentuk alam semesta ketika berlangsungnya fase awal penciptaannya.
Hal ini diperkuat dengan hasil temuan ilmuwan bahwa pada suatu ketika dalam penciptaan terjadinya ekspansi yang sangat cepat sehingga timbul “kondensasi” proses dimana pemuaian dan gas kehilangan panas dan akan berubah bentuk menjadi cair. Saat pemuaian dan gas naik ke tempat lebih tinggi, temperatur udara lingkungan sekitar akan semakin turun menyebabkan terjadinya proses kondensasi dan kembali ke bentuk cair dan energi berubah menjadi materi.
Sebagaimana dukhan, Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa zat alir atau sop kosmos (al-ma’) telah ada sebagai salah satu kondisi terwujudnya alam semesta. Dengan kata lain, sebelum alam semesta terbentuk seperti sekarang, ia mengalami bentuk atau sifat semacam zat alir atau sop kosmos.
Kesimpulan
- Proses penciptaan Alam dimulai dari penyatuan antara ruang alam dan materi dari sesuatu yang padu (Al-Anbiya’ ayat 30) kemudian terjadi pemisahan oleh allah dengan mengalami proses transisi membentukdukhan. Setelah itu ruang alam melebar, meluas, dan memuai (Adz-Zariyat ayat 47). Proses penciptaan alam berlangsung selama enam periode, dimana empat periode penciptaan bumi dan dua periode penciptaan langit (Al-Fushilat ayat 9-12).
- Penciptaan alam dalam pandangan kosmologi modern, secara kronologis alam tercipta bermula dari ruang kosong, kemudian inti atom padat meledak, lalu menjadi galaksi, dan menjadi bintang-bintang dengan tata suryanya sendiri-sendiri.
- Hubungan antara penciptaan alam dalam pandangan islam dan sains modern adalah bersesuaian. Keduanya sama sekali tidak bertentangan sehingga adanya sains modern dapat mengungkap rahasia proses penciptaan alam yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2 comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteRumusan Kejadian Alam semesta dari VIDEO diatas perlu diperbetulkan ayatnya saperti berikut: "Apabila dibandingkan semua kajian dan fakta Sains tentang kejadian alam semester ciptaan Allah ini, semuanya jelas membuktikan bahawa kajian dan fakta sains itu ada persamaan dan selari dengan ayat ayat didalam AlQuraan. Kita wajib meletakkan AlQuraan itu sebagai Kitab Rujukan Asas yang tidak boleh dipertikaikan kesahihannya sama sekali, kerana AlQuraan itu tertulis selepas Allah menciptakan Qalam, makluk pertama ciptaan Allah dari Nur Muhammad (KekasiNya) diikuti dengan kejadian Arasy dan diikuti dengan kejadian segala isi alam yang lain dari Nur Muhaamad.
ReplyDelete